HUKUM INVESTASI
HUKUM INVESTASI DALAM EKONOMI
Pada tahun
1974 setelah peristiwa ”Malari” (malapetaka lima belas januari) sikap Indonesia
terhadap investasi asing cukup hati-hati bahkan terkesan membatasi. Pada masa
ini ada yang menyebut munculnya sikap-sikap ultra nasionalis yang kuat bahkan
cenderung berlebihan dan pada masa ini pula dikenal sebagai masa ”indonesianisasi”
modal asing. Sebagaimana dinyatakan oleh Radius Prawiro :
” Deregulasi
perekonomian telah berakar di sektor keuangan, dan paket 6 Mei 1986 berfokus
pada sektor perdagangan dan penanaman modal yang telah menimbulkan ekonomi
biaya tinggi di Indonesia. Peraturan-peraturan yang memaksakan indonesianisasi,
pembatasan-pembatasan yang ketat atas sektor-sektor yang terbuka untuk
penanaman modal bahkan pembatasan hak menambah penanaman modal yang sudah ada
semuanya berdampak mengurangi daya tarik Indonesia sebagai tempat penanaman
modal.
Sikap
tertutup dan kurang acuh terhadap investasi asing tersebut berkelanjutan sampai
tahun 1985, karena pada waktu itu indonesia masih diuntungkan dapat menikmati
hasil ”bom minyak”, karena kebutuhan APBN cukup disupport dari sektor
perminyakan (migas). Sikap dan kondisi ekonomi yang demikian menyebabkan
Indonesia tidak banyak melakukan langkah-langkah yang berarti, kurang ada usaha
untuk mendorong perkembangan investasi, kebijakan-kebijakan hukum dalam
bidang investasi kurang dikembangkan bahkan terkesan tambal sulam dan parsial.
Pada tahun
1986 sampai dengan 1990an mulai ada perubahan orientasi dalam kebijakan
investasi yang lebih terbuka dan mulai dilakukan upaya deregulasi dalam
berbagai struktur kebijakan ekonomi termasuk dalam bidang investasi, pada masa
ini upaya-upaya yang mengarah ke liberalisasi ekonomi perdagangan dan investasi
semakin mengedepan dan sikap pemerintah terhadap investasi asing semakin
terbuka, pada masa ini dapat dikatakan sebagai masa awal berkembangnya ”paradigma
liberal” yang mendorong perkembangan perekonomian Indonesai terintegrasi
dengan perekonomian internasional. Hal ini kemudian mendorong Indonesia untuk
segera meratifikasi ketentuan-ketentuan dalam World Trade Organization
(WTO), khususnya tentang Trade Related Investment Measures (TRIMs) yang
mendorong liberalisasi perdagangan dan investasi. Pada masa ini ekonomi
Indonesia ada yang menyebut telah mengembangkan ”sistem ekonomi pasar
terkendali” sebagaimana yang pernah direkomendasikan oleh ISEI.Kondisi ini
tidak berlangsung lama, menjelang kejatuhan rejim Soeharto tahun 1997 bersamaan
dengan adanya tuntutan reformasi suara-suara untuk mengubah orientasi ekonomi
yang cenderung mengarah ke liberalistik dituntut kembali untuk berorientasi ”kerakyatan”
yaitu selaras dengan tuntutan masyarakat agar pemerintah mengembangkan
kebijakan ekonomi yang disebut dengan ”demokrasi ekonomi kerakyatan”.
Tuntutan
masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945 telah dilaksanakan, dan UUD 1945
telah mengalami empat kali amandemen. UUD 1945 kembali menjadi acuan landasan
utama kebijakan nasional dalam bidang ekonomi, termasuk kebijakan hukum
investasi. Ketentuan Pasal 33 UUD 1945 yang telah mengalami penambahan, pada
masa ini mulai ditafsirkan kembali, dengan penegasan bahwa demokrasi ekonomi
dalam UUD 1945 adalah berbeda dengan sistem kapitalisme-liberal maupun sistem
etatisme. Sampai saat ini perbincangan tentang pemahaman / penafsiran atas
Pasal 33 tersebut belum sepenuhnya tuntas. Konsekuensi adanya pemaknaan atau
penafsiran yang belum sepenuhnya utuh tersebut, tidak jarang hal ini dijadikan
dasar bagi beberapa kebijakan ekonomi dan investasi sesuai dengan pemaknaan /
penafsiran pada masanya oleh rejim yang berkuasa.
Menyadari
betapa mudahnya perubahan sikap Indonesia dalam mengembangkan kebijakan hukum
investasi, maka sudah sepatutnya dimulai suatu langkah yang sungguh-sungguh
dalam melakukan pengkajian kebijakan hukum investasi di Indonesia. Untuk
menyiapkan hal tersebut perlu suatu riset dan kajian untuk pengembangan ilmu
hukum investasi.
Dalam
perumusan suatu kebijakan hukum investasi beberapa aspek dasar yang harus
dicermati adalah :
- sistem ekonomi yang dianut sebagaimana yang telah ditetapkan dalam UUD atau konstitusi,
- prinsip atau asas, dan hukum internasional yang berkaitan dengan investasi yang disepakati dalam berbagai konvensi serta perjanjian internasional,
- dasar teori yang dipilih sebagai landasan konsep kebijakan yang bersumber pada teori-teori hukum investasi yaitu teori-teori ekonomi pembangunan dan teori-teori hukum investasi tentang perusahaan transnasional yang berkaitan dengan investasi.
Ketiga aspek
dasar yang menjadi landasan pijakan untuk menentukan model kebijakan yang akan
ditetapkan, merupakan suatu yang niscaya harus dilakukan agar kebijakan hukum
investasi yang akan ditetapkan benar-benar memiliki dasar argumentasi teoritik
dan hukum yang kokoh dan tidak menyimpang dari semangat konstitusi.
Kesadaran
tentang pentingnya pengkajian terhadap kebijakan hukum investasi yang harus
melibatkan berbagai aspek disiplin ilmu non hukum, maka sudah sepatutnya dalam
merancang kebijakan hukum investasi melibatkan para pakar dari disiplin ilmu
ekonomi dan politik. Pengembangan ilmu hukum investasi memerlukan dukungan para
ahli non hukum khususnya ahli ekonomi dan politik. Pembelajaran hukum investasi
pada mahasiswa harus mengenalkan arti pentingnya pemahaman terhadap sistem dan
konsep-konsep ekonomi dan politik bagi pemahaman suatu kebijakan hukum
investasi yang komprehensif. Dalam rangka kerjasama yang lebih intens antara
para ahli hukum dan para ahli ekonomi dan politik dalam menganalis kebijakan
hukum investasi perlu ada penelitian dan pengkajian bersama.
Mengintegrasikan
teori hukum dengan teori ekonomi dan politik sebagai dasar pijakan pengembangan
teori hukum tentang kebijakan hukum investasi memerlukan penelitian dan
pengkajian yang mendalam, prinsip-prinsip ekonomi yang berkaitan dengan masalah
rasionalitas dan efisiensi perlu menjadi acuan. Pendekatan dari aspek ekonomi
terhadap hukum sebagaimana yang dirintis oleh Posner masih cukup relevan untuk dikembangkan lagi agar
produk-produk hukum yang ditetapkan oleh negara mempertimbangkan dimensi
ekonomi secara mendalam. Penggunaan pendekatan tersebut akan dapat mencegah
tumbuhnya efek atau akibat dari suatu produk hukum yang dapat menimbulkan
irrationalitas, inefisiensi dan birokratis yang dapat menimbulkan ekonomi
berbiaya tinggi.
Dalam era
kompetisi yang terbuka, pertimbangan memilih negara tujuan investasi bukan lagi
hanya didasarkan pada aspek comparative advantage tetapi pada aspek competitive
advantage. Implementasi kebijakan hukum investasi nasional saat ini masih
terkendala oleh perilaku layanan publik (public services) yang belum
mampu mewujudkan good governance. Implementasi kebijakan hukum investasi
masih dihadapkan pada hambatan aturan-aturan lokal (berbagai Peraturan Daerah)
yang belum sepenuhnya selaras dengan kebijakan hukum investasi nasional. Selain
itu masih adanya korupsi yang hampir menyeluruh di seluruh wilayah Indonesia
dan institusi negara, menyebabkan para calon investor kurang tertarik
berinvestasi ke Indonesia.
Sementara
negara-negara berkembang yang menjadi kompetitor Indonesia dalam menarik modal
asing telah mampu berbenah baik dalam aspek hukum, birokrasi dan kecepatan
layanan perijinan serta insentif yang cukup atraktif. Kemajuan yang diraih oleh
negara-negara kompetitor dengan berusaha mengembangkan paradigma pengaturan
hukum investasi yang liberal semakin pesat perkembangannya. Karena itu
tantangan yang dihadapi oleh Indonesia masih cukup berat.
Tantangan
atas perkembangan kebijakan hukum investasi secara universal adalah kebijakan
hukum investasi nasional harus mampu menjaga dan melindungi kepentingan
nasional (domestik) dalam era kompetitif yang terbuka antar negara berkembang
dalam perebutan investasi asing. Dalam era kompetisi yang terbuka, suatu
pengecualian atas berbagai prinsip dan hukum internasional dimungkinkan kalau
suatu host country mampu memberikan argumentasi yang rasional dan kuat
mengapa suatu negara diberikan perkecualian terhadap ketentuan-ketentuan hukum
yang berlaku secara universal.
Harapan ke
depan yang masih dapat dilakukan adalah :
1.
upaya yang sungguh-sungguh untuk menyempurnakan hukum investasi dengan
menyempurnakan berbagai aturan yang terkait dan aturan-aturan pelaksananya,
khususnya dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal yang telah berupaya mengadopsi berbagai prinsip internasional
dalam bidang hukum investasi,
2.
beberapa perkecualian penerapan atas prinsip World Trade Organization (WTO) dalam
bidang investasi dimungkinkan bagi Indonesia asalkan Indonesia sungguh-sungguh
berusaha memberikan argumentasi yang rasional dan kuat sesuai dengan
kepentingan nasional,
3.
Indonesia masih mempunyai peluang cukup menjadi pertimbangan sebagai negara
tujuan investasi dari segi pertimbangan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia
serta letak strategis wilayah Indonesia sebagai lokasi investasi dan luasnya
pasar produk.
Paradigma
baru kebijakan hukum investasi secara internasional adalah bersifat liberal
terbuka dan adil. Keterbukaan ini didasarkan pada prinsip yang disepakati dalam
World Trade Organization (WTO) yang menetapkan adanya
keleluasaan/kebebasan yang dinamis antar negara untuk melakukan investasi.
Masing-masing negara saling menghormati kedaulatan negara masing-masing untuk
menetapkan kebijakan hukum investasinya, namun masing-masing negara harus
saling melindungi dan memperlakukan kegiatan investasi di negaranya tanpa ada
diskriminasi antara investor asing dengan investor domestik, demikian juga
antar sesama investor asing. Prinsip ini menekankan pada dasar pikiran prinsip
perlindungan keseimbangan kepentingan antar masing-masing pihak dengan saling
menghormati dan memberikan perlakuan tanpa diskriminasi.
Apabila
dilihat dari paradigma baru yang liberal dan terbuka, kebijakan hukum investasi
di Indonesia saat ini berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal secara substansial telah memenuhi, karena beberapa prinsip
hukum internasional telah diakomodasi dan prinsip perlindungan kepentingan
internasional juga telah terakomodasi. Namun yang perlu dijaga adalah
konsistensi daripada aturan pelaksanaan undang-undang tersebut yang dalam
sejarah pengaturan investasi di Indonesia seringkali menyimpang. Selain itu,
undang-undang penanaman modal tersebut sejak awal pembahasan sampai ditetapkan
sebagai undang-undang masih memperoleh respon yang negatif, karena dianggap
terlalu pro pasar dan pro investor (asing).
Akar
perdebatannya justru berawal pada masalah yang substansial yaitu ketentuan
Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. Bagi yang keberatan atas arah kebijakan
investasi dalam undang-undang ini menganggap undang-undang ini
berideologi ”liberal” atau ”neo liberal”. Walaupun perdebatan
saat ini tidak terlalu sengit, namun dapat dikategorikan ada dua pandangan yang
secara relatif mewakili pandangan moderat atas dua pandangan yang berbeda
tersebut.
Satu sisi
misalnya pandangan yang dikemukakan oleh para ekonom dari ISEI yang menyebutkan
bahwa Indonesia menganut ”sistem ekonomi pasar yang terkendali”, yang berarti
masih dalam ”faham liberalistik yang moderat”, pada sisi lain diwakili oleh
sebagian para ahli yang menyebutkan bahwa sistem ekonomi yang dianut oleh
konstitusi Indonesia adalah bersumber pada ”faham kenegaraan welfare state”
(negara kesejahteraan) yang dalam sejarahnya merupakan reaksi untuk
penyempurnaan faham liberalistik yang kolot. Sebagaimana dikemukakan oleh Jimly
Asshiddiqie bahwa :
”Undang-undang
Dasar 1945 menganut paham kedaulatan rakyat Indonesia yang mencakup baik aspek
demokrasi politik maupun aspek demokrasi ekonomi. Berdasarkan kedua doktrin
demokrasi tersebut sistem sosial di Indonesia dapat dikembangkan menurut
prinsip-prinsip demokrasi yang seimbang, sehingga menumbuhkan kultur demokrasi
sosial yang kokoh. Dalam paham demokrasi sosial (social democracy)
negara berfungsi sebagai alat kesejahteraan (welfare state). Meskipun
gelombang liberalisme dam kapitalisme terus berkembang dan mempengaruhi seluruh
kehidupan manusia, namun juga terjadi penyesuaian dengan elemen-elemen
konstruktif dari sosialisme dalam bentuk paham ”market socialism”. Dianutnya
prinsip demokrasi ekonomi dan paham ekonomi pasar sosial dapat kita lihat pada
ketentua Bab XIV UUD 1945. Ketentuan konstitusi tersebut harus mendasari
perumusan berbagai ketentuan mengenai perekonomian dan kesejahteraan sosial di
Indonesia. Pelaksanaan ketentuan konstitusi di bidang ekonomi tentu akan selalu
bersentuhan dengan kecenderungan perkembangan masyarakat. Saat ini, pelaksanaan
welfare state yang memberikan pembenaran konseptual terhadap
kecenderungan intervensi pasar negara hendaknya dibatasi demi perkembangan
dunia usaha yang sehat.”
Sebenarnya
secara substansial menurut hemat saya perbedaan pandangan tersebut tidaklah
terlalu diametral, kedua-duanya sebenarnya memahami bahwa dalam konteks
internasional liberalisasi telah berjalan jauh dan mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan, namun keduanya merasa perlu untuk menegaskan pemberian perlindungan
bagi kepentingan nasional. Dalam upaya pentingnya perlindungan kepentingan
nasional, kedua pandangan tersebut menghendaki peran pemerintah untuk menjadi
pengatur dan pengendali. Walaupun peran pemerintah dalam sektor ekonomi masih
dikehendaki namun tetap diingatkan bahwa pemerintah jangan sampai terlalu over
regulated sebagaimana pernah dialami oleh negara-negara yang menganut
faham welfare state yang berlebihan di masa lalu. Karena itu
langkah-langkah kebijakan hukum investasi perlu penyesuaian-penyesuaian dengan
kepentingan ekonomi baik nasional ataupun internasional.
Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, perubahan paradigma kebijakan hukum
investasi telah berlangsung di Indonesia. Paradigma liberal yang telah
berpengaruh pada negara berkembang juga telah mempengaruhi Indonesia. Namun
demikian faham ini telah diadaptasi dan ditapis (screening) sesuai
dengan semangat yang dianut oleh sistem ekonomi Indonesia berdasarkan ketentuan
konstitusi yaitu Pasal 33 UUD 1945. Walaupun demikian secara teoritik masih
terus berlangsung diskursus-diskursus yang dinamis terhadap pemahaman /
pemaknaan atas ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tersebut. Salah satu kata kunci yang
membatasi dan cenderung menjadi acuan adalah walaupun kebijakan hukum investasi
tersebut telah mengarah ke paradigma liberal, namun peran negara diharapkan
masih dalam posisi yang strategis untuk mengatasi ekses-ekses negatif yang
timbul dari prinsip pasar bebas tersebut. Selain itu juga diingatkan bahwa
peran negara yang merefleksikan tanggung jawabnya terhadap kesejahteraan rakyat
tidak dijadikan dasar dan alasan untuk memperkuat posisi negara dalam
pengaturan ekonomi dan investasi sehingga cenderung melakukan langkah-langkah
regulasi yang berlebihan atau over regulated. Untuk itu pada saat ini
diperlukan adanya penelitian dan kajian yang lebih komprehensif tentang
pemahaman Pasal 33 UUD 1945 dan pendalaman tentang teori, asas, atau prinsip
hukum dan hukum yang menjadi dasar rujukan pengaturan investasi, terutama
melalui penelitian dan kajian yang bersifat interdisipliner.
Hal ini
diharapkan agar dalam perumusan berbagai kebijakan hukum investasi telah
benar-benar memperoleh dasar pemikiran teoritik dan landasan hukum yang kuat
baik dalam konteks nasional ataupun internasional sehingga paradigma kebijakan
hukum yang dikembangkan betul-betul telah memperoleh pertimbangan dari berbagai
segi sehingga tidak hanya merupakan suatu reaksi temporal yang kurang bersifat
strategis.
Untuk itu
para ahli hukum, ekonomi dan politik di lingkungan Universitas Airlangga sudah
sepatutnya bersungguh-sungguh untuk bersinergi menjalin kerjasama dalam
upaya pengembangan kebijakan investasi yang bermanfaat pula bagi pengembangan
ilmu hukum, ekonomi dan politik yang dinamis, seiring dengan perkembangan ilmu
dan perkembangan internasional dalam bidang hukum, ekonomi dan politik.
JURNAL ASPEK
& HUKUM DALAM EKONOMI
KEPASTIAN
HUKUM DALAM TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEGIATAN
INVESTASI DI INDONESIA
Abstract
Melalui UU No. 25 Tahun 2007 Indonesia telah menyatakan tekadnya untuk mewujudkan sebuah sistem hukum investasi yang berkepastian hukum. UU ini menempatkan asas kepastian hukum sebagai asas utama penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia. Dengan keluarnya UU ini, tidak dengan sendirinya seluruh problema investasi di Indonesia menjadi terselesaikan. UU ini hanya sebuah sub-sistem dari kompleksnya pengaturan investasi di Indonesia. Oleh karena itu UU ini harus didukung oleh kepastian dalam peraturan perundang-undangan lain yang terkait langsung dengan aktifitas investasi, termasuk berbagai peraturan tentang transaksi bisnis internasional. Berbagai perkara mengenai transaksi bisnis internasional yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa lemahnya substansi hukum dan penerapan hukum terkait transaksi bisnis internasional masih menjadi kendala bagi perbaikan iklim investasi di Indonesia. Oleh karena itu, selain pembangunan hukum dalam pengertian substansi hukum terkait investasi, harmonisasi hukum, juga diperlukan penguatan kapasitas pemahaman aparat penegak hukum, para lawyer dan para pelaku usaha tentang aspek hukum transaksi bisnis terutama yang berdimensi internasional.
Melalui UU No. 25 Tahun 2007 Indonesia telah menyatakan tekadnya untuk mewujudkan sebuah sistem hukum investasi yang berkepastian hukum. UU ini menempatkan asas kepastian hukum sebagai asas utama penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia. Dengan keluarnya UU ini, tidak dengan sendirinya seluruh problema investasi di Indonesia menjadi terselesaikan. UU ini hanya sebuah sub-sistem dari kompleksnya pengaturan investasi di Indonesia. Oleh karena itu UU ini harus didukung oleh kepastian dalam peraturan perundang-undangan lain yang terkait langsung dengan aktifitas investasi, termasuk berbagai peraturan tentang transaksi bisnis internasional. Berbagai perkara mengenai transaksi bisnis internasional yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa lemahnya substansi hukum dan penerapan hukum terkait transaksi bisnis internasional masih menjadi kendala bagi perbaikan iklim investasi di Indonesia. Oleh karena itu, selain pembangunan hukum dalam pengertian substansi hukum terkait investasi, harmonisasi hukum, juga diperlukan penguatan kapasitas pemahaman aparat penegak hukum, para lawyer dan para pelaku usaha tentang aspek hukum transaksi bisnis terutama yang berdimensi internasional.
Kesimpulan
Kepastian hukum dalam transaksi bisnis internasional sangat mempengaruhi iklim investasi di suatu negara, baik investasi langsung maupun portofolio, baik yang dilakukan dengan modal asing maupun modal dalam negeri. Ketidakpastian dalam pengaturan dan penegakan hukum dalam transaksi bisnis internasional memicu ketidaknyamanan berinvestasi dan ketidakpercayaan terhadap iklim investasi di negara tersebut. Dalam konteks Indonesia, ketidakpastian transaksi bisnis internasional ini masih menjadi bagian dari kendala
investasi. Ketidakpastian ini tidak saja karena ketidakpastian substansi hukum (peraturan perundang-undangan), terutama karena adanya unclearity of status and definition dalam peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena ketidakpastian penerapan peraturan dalam putusan-putusan pengadilan.
Citra hukum yang tidak pasti tidak saja disebabkan oleh kelemahan substansi hukum, tetapi juga karena kelemahan sumber daya manusia dari penegak hukum dan kultur pelaku transaksi yang lebih mengutamakan pertimbangan kepentingan daripada itikad baik dalam melaksanakan kesepakatan transaksi.
UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah langkah awal dalam pembaharuan hukum investasi (langsung) dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan aktifitas transaksi. UU ini dengan tegas mencantumkan asas kepastian hukum sebagai fundamental yang utama penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia. UU bukanlah jawaban akhir dari seluruh problematika investasi di Indonesia tetapi merupakan instrument hukum yang berupaya memberikan bentuk dan arah pembangunan hukum investasi di Indonesia. Oleh karena itu UU ini harus didukung oleh pembaharuan dan pembangunan hukum investasi secara menyeluruh, sistematik dan terintegral. Banyak pekerjaan yang harus segera dilakukan pasca keluarnya UU ini. Dengan demikian, sangat diharapkan Indonesia menjadi tempat yang kondusif bagi investasi, sehingga optimalisasi peran investasi dapat dimanfaatkan dalam pembangunan ekonomi nasional dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional Indonesia sebagai negara berdaulat.
Kepastian hukum dalam transaksi bisnis internasional sangat mempengaruhi iklim investasi di suatu negara, baik investasi langsung maupun portofolio, baik yang dilakukan dengan modal asing maupun modal dalam negeri. Ketidakpastian dalam pengaturan dan penegakan hukum dalam transaksi bisnis internasional memicu ketidaknyamanan berinvestasi dan ketidakpercayaan terhadap iklim investasi di negara tersebut. Dalam konteks Indonesia, ketidakpastian transaksi bisnis internasional ini masih menjadi bagian dari kendala
investasi. Ketidakpastian ini tidak saja karena ketidakpastian substansi hukum (peraturan perundang-undangan), terutama karena adanya unclearity of status and definition dalam peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena ketidakpastian penerapan peraturan dalam putusan-putusan pengadilan.
Citra hukum yang tidak pasti tidak saja disebabkan oleh kelemahan substansi hukum, tetapi juga karena kelemahan sumber daya manusia dari penegak hukum dan kultur pelaku transaksi yang lebih mengutamakan pertimbangan kepentingan daripada itikad baik dalam melaksanakan kesepakatan transaksi.
UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah langkah awal dalam pembaharuan hukum investasi (langsung) dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan aktifitas transaksi. UU ini dengan tegas mencantumkan asas kepastian hukum sebagai fundamental yang utama penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia. UU bukanlah jawaban akhir dari seluruh problematika investasi di Indonesia tetapi merupakan instrument hukum yang berupaya memberikan bentuk dan arah pembangunan hukum investasi di Indonesia. Oleh karena itu UU ini harus didukung oleh pembaharuan dan pembangunan hukum investasi secara menyeluruh, sistematik dan terintegral. Banyak pekerjaan yang harus segera dilakukan pasca keluarnya UU ini. Dengan demikian, sangat diharapkan Indonesia menjadi tempat yang kondusif bagi investasi, sehingga optimalisasi peran investasi dapat dimanfaatkan dalam pembangunan ekonomi nasional dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional Indonesia sebagai negara berdaulat.
sumber : Adolf, Huala, “Penyelesaian
Sengketa di Bidang Ekonomi dan Keuangan” dalam http://www.lfip.org/English.pdf.
Atiyah, P.S, 1981, An Introduction to the Law of Contract, Clarendon Press, Oxford.
Cawley, Mc. 1981, The Growth of the Industrial Sector dalam A. Booth dan P. Mc. Cawley (ed.), The Indonesian Economy During the Suharto Era, University Press, Oxford.
http://www.hukumonline.com, “10 Perkara Litigasi Komersial Paling Menghebohkan 2004”.
Atiyah, P.S, 1981, An Introduction to the Law of Contract, Clarendon Press, Oxford.
Cawley, Mc. 1981, The Growth of the Industrial Sector dalam A. Booth dan P. Mc. Cawley (ed.), The Indonesian Economy During the Suharto Era, University Press, Oxford.
http://www.hukumonline.com, “10 Perkara Litigasi Komersial Paling Menghebohkan 2004”.
Thanks infonya. Oiya, saya juga mau share nih tentang investasi buat mahasiswa yang aman, gampang, dan menguntungkan. Temen-temen bisa cek di sini untuk lebih lengkapnya: investasi untuk mahasiswa
BalasHapus