POPULASI DAN SAMPEL
A. Definisi
Populasi adalah wilayah generalisasi berupa subjek
atau objek yang diteliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulan. Sedangkan
sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti.
Dengan kata lain, sampel merupakan sebagian atau
bertindak sebagai perwakilan dari populasi sehingga hasil penelitian yang
berhasil diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada populasi.
Penarikan sampel diperlukan jika populasi yang diambil
sangat besar, dan peneliti memiliki keterbatasan untuk menjangkau seluruh
populasi maka peneliti perlu mendefinisikan populasi target dan populasi
terjangkau baru kemudian menentukan jumlah sampel dan teknik sampling yang
digunakan.
B. Ukuran
Sampel
Untuk menentukan sampel dari populasi digunakan
perhitungan maupun acuan tabel yang dikembangkan para ahli. Secara umum,
untuk penelitian korelasional jumlah sampel adalah 30, sedangkan dalam
penelitian eksperimen jumlah sampel minimum 15 dari masing-masing kelompok dan
untuk penelitian survey jumlah sampel minimum adalah 100.
Besaran atau jumlah sampel ini sampel sangat
tergantung dari besaran tingkat ketelitian atau kesalahan yang diinginkan
peneliti. Namun, dalam hal tingkat kesalahan, pada penelitian sosial maksimal
tingkat kesalahannya adalah 5% (0,05). Makin besar tingkat kesalahan maka makin
kecil jumlah sampel. Namun yang perlu diperhatikan adalah semakin besar jumlah
sampel (semakin mendekati populasi) maka semakin kecil peluang kesalahan
generalisasi dan sebaliknya, semakin kecil jumlah sampel (menjauhi jumlah
populasi) maka semakin besar peluang kesalahan generalisasi.
Beberapa
rumus untuk menentukan jumlah sampel antara lain :
1. Rumus
Slovin (dalam
Riduwan, 2005:65)
N = n/N(d)2
+ 1
n = sampel;
N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.
Misalnya,
jumlah populasi adalah 125, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%,
maka jumlah sampel yang digunakan adalah :
N = 125 /
125 (0,05)2 + 1 = 95,23, dibulatkan 95
2. Tabel
Isaac dan Michael
Tabel penentuan jumlah sampel dari Isaac dan Michael memberikan
kemudahan penentuan jumlah sampel berdasarkan tingkat kesalahan 1%, 5% dan 10%.
Dengan tabel ini, peneliti dapat secara langsung menentukan besaran sampel
berdasarkan jumlah populasi dan tingkat kesalahan yang dikehendaki.
C. Teknik
Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel
yang secara umum terbagi dua yaitu probability sampling dan non probability
sampling.
Dalam pengambilan sampel cara probabilitas besarnya
peluang atau probabilitas elemen populasi untuk terpilih sebagai subjek
diketahui. Sedangkan dalam pengambilan sampel dengan cara nonprobability
besarnya peluang elemen untuk ditentukan sebagai sampel tidak diketahui.
Menurut Sekaran (2006), desain pengambilan sampel dengan cara probabilitas jika
representasi sampel adalah penting dalam rangka generalisasi lebih luas. Bila
waktu atau faktor lainnya, dan masalah generalisasi tidak diperlukan, maka cara
nonprobability biasanya yang digunakan.
1.
Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel
yang memberikan peluang yang sama kepada setiap anggota populasi untuk menjadi
sampel. Teknik ini meliputi simpel random sampling, sistematis sampling,
proportioate stratified random sampling, disproportionate stratified random
sampling, dan cluster sampling.
Simple random sampling
Teknik adalah teknik yang paling sederhana (simple).
Sampel diambil secara acak, tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam
populasi.
Misalnya :
Populasi adalah siswa SD Negeri XX Jakarta yang
berjumlah 500 orang. Jumlah sampel ditentukan dengan Tabel Isaac dan Michael
dengan tingkat kesalahan adalah sebesar 5% sehingga jumlah sampel ditentukan
sebesar 205.
Jumlah sampel 205 ini selanjutnya diambil secara acak
tanpa memperhatikan kelas, usia dan jenis kelamin.
Sampling Sistematis
Adalah teknik sampling yang menggunakan nomor urut
dari populasi baik yang berdasarkan nomor yang ditetapkan sendiri oleh peneliti
maupun nomor identitas tertentu, ruang dengan urutan yang seragam atau
pertimbangan sistematis lainnya.
Contohnya :
Akan diambil sampel dari populasi karyawan yang
berjumlah 125. Karyawan ini diurutkan dari 1 – 125 berdasarkan absensi.
Peneliti bisa menentukan sampel yang diambil berdasarkan nomor genap (2, 4, 6,
dst) atau nomor ganjil (1, 2, 3, dst), atau bisa juga mengambil nomor kelipatan
(2, 4, 8, 16, dst)
Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini hampir sama dengan simple random sampling
namun penentuan sampelnya memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam
populasi.
Misalnya, populasi adalah karyawan PT. XYZ berjumlah
125. Dengan rumus Slovin (lihat contoh di atas) dan tingkat kesalahan 5%
diperoleh besar sampel adalah 95. Populasi sendiri terbagi ke dalam tiga bagian
(marketing, produksi dan penjualan) yang masing-masing berjumlah :
Marketing
: 15
Produksi
: 75
Penjualan
: 35
Maka jumlah sample yang diambil berdasarkan
masing-masinng bagian tersebut ditentukan kembali dengan rumus n = (populasi
kelas / jml populasi keseluruhan) x jumlah sampel yang ditentukan
Marketing
: 15 / 125 x 95
= 11,4 dibulatkan 11
Produksi
: 75 / 125 x
95 = 57
Penjualan
: 35 / 125 x
95 = 26.6
dibulatkan 27
Sehingga dari keseluruhan sample kelas tersebut adalah
11 + 57 + 27 = 95 sampel.
Teknik ini umumnya digunakan pada populasi yang
diteliti adalah keterogen (tidak sejenis) yang dalam hal ini berbeda dalam hal
bidangkerja sehingga besaran sampel pada masing-masing strata atau kelompok
diambil secara proporsional untuk memperoleh
Disproportionate Stratified Random Sampling
Disproporsional stratified random sampling adalah
teknik yang hampir mirip dengan proportionate stratified random sampling dalam
hal heterogenitas populasi. Namun, ketidakproporsionalan penentuan sample
didasarkan pada pertimbangan jika anggota populasi berstrata namun kurang
proporsional pembagiannya.
Misalnya, populasi karyawan PT. XYZ berjumlah 1000
orang yang berstrata berdasarkan tingkat pendidikan SMP, SMA, DIII, S1 dan S2.
Namun jumlahnya sangat tidak seimbang yaitu :
SMP
: 100 orang
SMA
: 700 orang
DIII
: 180 orang
S1
: 10 orang
S2
: 10 orang
Jumlah karyawan yang berpendidikan S1 dan S2 ini
sangat tidak seimbang (terlalu kecil dibandingkan dengan strata yang lain)
sehingga dua kelompok ini seluruhnya ditetapkan sebagai sampel
Cluster Sampling
Cluster sampling atau sampling area digunakan jika
sumber data atau populasi sangat luas misalnya penduduk suatu propinsi,
kabupaten, atau karyawan perusahaan yang tersebar di seluruh provinsi. Untuk
menentukan mana yang dijadikan sampelnya, maka wilayah populasi terlebih dahulu
ditetapkan secara random, dan menentukan jumlah sample yang digunakan pada
masing-masing daerah tersebut dengan menggunakan teknik proporsional stratified
random sampling mengingat jumlahnya yang bisa saja berbeda.
Contoh :
Peneliti ingin mengetahui tingkat efektivitas proses
belajar mengajar di tingkat SMU. Populasi penelitian adalah siswa SMA seluruh
Indonesia. Karena jumlahnya sangat banyak dan terbagi dalam berbagai provinsi,
maka penentuan sampelnya dilakukan dalam tahapan sebagai berikut :
Tahap Pertama adalah menentukan sample daerah.
Misalnya ditentukan secara acak 10 Provinsi yang akan dijadikan daerah sampel.
Tahap kedua. Mengambil sampel SMU di tingkat Provinsi
secara acak yang selanjutnya disebut sampel provinsi. Karena provinsi terdiri
dari Kabupaten/Kota, maka diambil secara acak SMU tingkat Kabupaten yang akan
ditetapkan sebagai sampel (disebut Kabupaten Sampel), dan seterusnya, sampai
tingkat kelurahan / Desa yang akan dijadikan sampel. Setelah digabungkan, maka
keseluruhan SMU yang dijadikan sampel ini diharapkan akan menggambarkan
keseluruhan populasi secara keseluruhan.
2. Non Probabilty Sampel
Non Probability artinya setiap anggota populasi tidak
memiliki kesempatan atau peluang yang sama sebagai sampel. Teknik-teknik yang
termasuk ke dalam Non Probability ini antara lain : Sampling Sistematis,
Sampling Kuota, Sampling Insidential, Sampling Purposive, Sampling Jenuh, dan
Snowball Sampling.
Sampling Kuota,
Adalah teknik sampling yang menentukan jumlah sampel
dari populasi yang memiliki ciri tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang
diinginkan.
Misalnya akan dilakukan penelitian tentang persepsi
siswa terhadap kemampuan mengajar guru. Jumlah Sekolah adalah 10, maka sampel
kuota dapat ditetapkan masing-masing 10 siswa per sekolah.
Sampling Insidential
Insidential merupakan teknik penentuan sampel secara
kebetulan, atau siapa saja yang kebetulan (insidential) bertemu dengan peneliti
yang dianggap cocok dengan karakteristik sampel yang ditentukan akan dijadikan
sampel.
Misalnya penelitian tentang kepuasan pelanggan pada
pelayanan Mall A. Sampel ditentukan berdasarkan ciri-ciri usia di atas 15 tahun
dan baru pernah ke Mall A tersebut, maka siapa saja yang kebetulan bertemu di
depan Mall A dengan peneliti (yang berusia di atas 15 tahun) akan dijadikan
sampel.
Sampling Purposive,
Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel. Misalnya, peneliti
ingin meneliti permasalahan seputar daya tahan mesin tertentu. Maka sampel
ditentukan adalah para teknisi atau ahli mesin yang mengetahui dengan jelas
permasalahan ini. Atau penelitian tentang pola pembinaan olahraga renang. Maka
sampel yang diambil adalah pelatih-pelatih renang yang dianggap memiliki
kompetensi di bidang ini. Teknik ini biasanya dilakukan pada penelitian
kualitatif.
Sampling Jenuh,
Sampling jenuh adalah sampel yang mewakili jumlah
populasi. Biasanya dilakukan jika populasi dianggap kecil atau kurang dari 100.
Saya sendiri lebih senang menyebutnya total sampling.
Misalnya akan dilakukan penelitian tentang kinerja
guru di SMA XXX Jakarta. Karena jumlah guru hanya 35, maka seluruh guru
dijadikan sampel penelitian.
Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan jumlah
sampel yang semula kecil kemudian terus membesar ibarat bola salju (seperti
Multi Level Marketing….). Misalnya akan dilakukan penelitian tentang pola
peredaran narkoba di wilayah A. Sampel mula-mula adalah 5 orang Napi, kemudian
terus berkembang pada pihak-pihak lain sehingga sampel atau responden teruuus
berkembang sampai ditemukannya informasi yang menyeluruh atas permasalahan yang
diteliti.
Teknik ini juga lebih cocok untuk penelitian
kualitatif.
D. Yang perlu diperhatikan dalam Penentuan Ukuran
Sampel
Ada dua hal yang menjadi pertimbannga dalam menentukan
ukuran sample. Pertama ketelitian (presisi) dan kedua adalah keyakinan
(confidence).
Ketelitian mengacu pada seberapa dekat taksiran sampel
dengan karakteristik populasi. Keyakinan adaah fungsi dari kisaran variabilitas
dalam distribusi pengambilan sampel dari rata-rata sampel. Variabilitas ini
disebut dengan standar error, disimbolkan dengan S-x
Semakin dekat kita menginginkan hasil sampel yang
dapat mewakili karakteristik populasi, maka semakin tinggi ketelitian yang kita
perlukan. Semakin tinggi ketelitian, maka semakin besar ukuran sampel yang
diperlukan, terutama jika variabilitas dalam populasi tersebut besar.
Sedangkan keyakinan menunjukkan seberapa yakin bahwa
taksiran kita benar-benar berlaku bagi populasi. Tingkat keyakinan dapat
membentang dari 0 – 100%. Keyakinan 95% adalah tingkat lazim yang digunakan
pada penelitian sosial / bisnis. Makna dari keyakinan 95% (alpha 0.05) ini
adalah “setidaknya ada 95 dari 100, taksiran sampel akan mencerminkan populasi
yang sebenarnya”.
E. KESIMPULAN :
Dari berbagai penjelasan di atas dapat kita simpulkan
bahwa teknik penentuan jumlah sampel maupun penentuan sampel sangat menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan dari penelitian. Dengan kata lain, sampel yang
diambil secara sembarangan tanpa memperhatikan aturan-aturan dan tujuan dari
penelitian itu sendiri tidak akan berhasil memberikan gambaran menyeluruh dari
populasi.
Komentar
Posting Komentar